Risalah Hati yang Sepi
Disini aku berdiri
Sendiri dalam sepi
Berada dalam
ketandusan hati
Seakan kumiliki
jiwa yang perih …
Saat tiba hari
Tiada rerumputan bersemi
Panas terik
matahari
Semakin membuat
hati ini letih …
Engkau sang angin
yan menderu
Kau Datang …
menyibak helai kerudungku
Lalu pergi begitu
saja … meninggalkan aku
Sudah hampir 2
tahun aku berada disini
Kenapa kau tetap
saja tak peduli
Aku berharap dan
aku menanti
Cincin jemariku
kau ganti
Dengan cincin ikatan suci
Wahai sang angin meski
engkau mencaci
Mencoba merobohkan
dinding keyakinan ini
Sungguh usahamu tak
kan mampu membuatku mati
Mati dari rasa dan
keyakinan suci
***
Selayaknya merpati dan sangkarnya yang usang
Saat ini, hanya itulah yang mampu ku
umpamakan tentang kita
Kau merpati dan aku sangkar usang tersebut
Mungkin kau memang telah bosan
terperangkap disini
Kau jenuh tinggal disini bersamaku
lagi
Atau kau lelah hanya terdiam dalam
dinding sangkar ini
Mungkin juga kau ingin bebas lepas
mencari sangkar lain
Kau terus kepakkan sayap memberiku
isyarat bahwa kau ingin lepas
Enggan rasa ku membuka pintu sangkar
ini
Namun tidak!
Aku takut sayapmu patah keranaku
Aku tak ingin buatmu lebih lama
menderita di dalam sini
Ya di dalam sangkar yang memang tak
lagi indah
Maafkan aku yang tak bisa selalu menjadi
yang terindah bagimu
Dari jauh kuterus kumpulkan
puing-puing keberanian untuk siap kehilanganmu
Aku memang harus siap jika suatu
saat nanti, kau memilih untuk pergi dari sini
Akupun harus sudah siap jikalau kau
telah temukan sangkar lain
Ku belajar ikhlas melepasmu untuk bahagia
tanpaku
Jangan lupa like dan comment nya yaa ...
Keep smile :)
FNU
Part 1 : Cinta Rosa Tanpa Rio (CFTF)
Pagi itu terasa hangat saat matahari
terbangun dari tidurnya. Membuka mata dan kuintip jendela saat tirai jendela
sudah terbuka “uuft.. silau!” gerutuku. Tanpa dapat kukendalikan aku menangis
lagi, teringat Rio tak lagi ada untukku. Rio adalah cowok yang mampu menguatkanku
sekaligus melumpuhkanku di segala kondisi, ya dia kekasihku, sebelum dia sebulan
ini mutusin aku, tanpa memberikan alasan yang masuk akal bagiku. Ah sudahlah!!
dia cukup brengsek mutusin aku saat aku benar-benar serius terhadapnya, tapi
meski apapun sikapnya aku tak mampu membencinya, itulah yang membuatku lebih
sakit, aku seperti orang gila yang tergila-gila sama orang yang tidak inginkan
aku lagi, hemm bertepuk sebelah tangan mungkin itu sebutan yang paling pas. “Rosa,
banguuun!” teriak ibuku, “iya buuu” jawabku sambil mengusap airmata. Yup
bangun! Itu yang harus aku lakukan sekarang. “nanti anterin ibu ke pasar ya ros?”
kata ibu, aku hanya mengangguk tanda setuju.
Seusai mandi dan sarapan, aku dan ibu tancap
gas menuju pasar, tempat yang menyebalkan bagiku, tapi ini permintaan ibu, aku
tak mungkin menolak. Sesampai di pasar aku menunggu di parkiran, aku memang
malas masuk pasar selain karena berdesakan pasti nanti ibu akan lama ngobrol
sama penjual satu per satu. “aku nunggu disini saja ya bu, pusing nih”
rengekanku dijawab dengan senyum yang biasa “halah alasan, iya iya… dah
nganterin aja ibu dah seneng kok” “eleh eleh ibuku sosuit banget, hehe”
manjaku.
Menit demi menit aku berpayung terik
matahari, panas. Ditengah gelisahku, aku bertemu seorang kawan lama, kami
berbincang cukup lama dan heboh. Tertawa dan bercanda persis saat masa
sekolahku dulu, “eh, kamu sudah nikah belum? Gak ngundang-ngundang ya” Tanya
dia. Pertanyaan yang sangat umum tapi selalu membuatku tidak nyaman. “hehe,
belum kok, nanti kalo dah saatnya, insya allah di undang. Doain aja ya”
jawabku, (copy paste dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya).
Tak di sangka ibu sudah di
belakangku sedari tadi “ya udah rosa aku mau pulang dulu, kasian anak aku
tinggal di rumah gak ada bapaknya” pamitnya “oke say” dengan tersenyum semanis
mungkin. “ayo bu pulang sekarang” seketika ibu sudah nangkring di boncengan.
Perjalanan pulang, ibu bertanya
dengan ku “Gimana hubunganmu dengan Rio?” pertanyaan yang selalu aku dengar.
Lalu aku harus jawab seperti apa? Rasanya sulit aku jujur tentang dia yang
mutusin aku dengan alasan-alasannya, aku tidak ingin orangtuaku kecewa, ya karena
memang mereka salah satu supporter yang selalu jadi pendukung pertama hubunganku
dengan Rio. Aku hanya diam pura-pura tak mendengarnya. Sungguh aku tidak
bermaksud mengabaikan pertanyaan ibu, aku hanya tidak mampu karena aku sendiri
tak mampu menahan tangis saat menyebut dan mengingat tentang Rio, tentang
hal-hal yang ia lakukan, tentang hal-hal yang ia katakan, dan tentang
mimpi-mimpi yang ia tawarkan. Sempat aku merasa bodoh, namun saat itu aku memilih
menjadi orang bodoh namun aku bahagia dengannya. Ya mungkin itu cinta butaku. Sesampai
di rumah ibu mengulang pertanyaannya, dan lagi-lagi aku hanya berlalu seakan
tidak mendengarnya. Maaf ibu.
***
Saat malam tiba, terdengar suara di
depan kamar memanggulku “rosa sini, ayah sama ibu mau ngomong” perintah ayah
yang tidak bisa kuhindari, itulah cara ayahku untuk mengenal dan mengetahui
atau bahkan untuk memerintahkan suatu hal kepada anaknya. Dengan gontai aku
menghampiri ayah dan ibu, aku tau mereka akan ngomong soal apa, pasti tentang Rio,
Rio dan Rio. Huuuft.
“pertama soal Rio, ayah dan ibu mau
tanya, gimana hubunganmu dengan Rio, kapan Rio akan melamarmu kesini? Ingat,
pacaran lama-lama itu tidak baik selain kalian akan merugi, itu juga gak di
bolehin agama, kamu tahu kan” awal pembicaraan cukup membuatku ingin menangis,
“ayah dan ibu tau keadaan dia, dan ngerti betul kondisinya. Yang ayah ingin,
kamu ngomongin baik-baik sama Rio tentang keseriusan hubungan kalian. Ayah
tidak menuntut harus ini harus itu, sekarang, bulan depan, atau tahun ini.
Bukan itu nak. Ayah hanya ingin menjaga putrinya, agar tidak di gantungin
terlalu lama, kalo dia belum siap menikah, ya lamar dulu, bawa orangtuanya
untuk menemui ayah dan ibu, setelah itu kami serahkan kesiapan kalian pada diri
kalian masing-masing. Ayah lihat akhir-akhir ini kamu murung, setelah shalat
ayah lihat kamu selalu menangis, terus kamu sakit-sakitan. Kenapa? Ada masalah
sama Rio?” Tanya ayah, dan aku hanya mampu mengangguk sambil menahan tangis. “ros,
setiap hubungan pasti ada saatnya bermasalah, tapi kamu gak boleh kayak gini,
kayak orang gak punya masa depan aja” lanjut ayah. Makin sakit hatiku dengar
kalimat itu, ya masa depan! Justru itulah yang aku takutkan tentang masa
depanku. “ayah, rosa mau tanya, seperti apa keyakinan ayah tentang Rio? Kenapa
saat pertama rosa kenalin kesini, ayah seneng dan langsung merestui kami? Padahal
ayah belum mengenal dia sebelumnya?” pertanyaan yang memang ingin kutanyakan
sedari dulu “ayah tidak tahu alasan yang bener-bener kuat gimana nak, ayah dan
ibu hanya berpikir dia mampu menundukkanmu. Ayah melihat, dia selalu tenang
sedangkan kamu orang yang kayak petasan, saat kamu senang, kamu senang banget,
tapi saat kamu jatuh, kamu sedih banget. Dan ayah melihat dia memiliki jiwa
yang bijak dan tenang. Ayah senang dan bangga dengan pilihanmu ros. Itu yang
kami rasain.”,”ingat ros, kamu seorang wanita, lambat laun kamu akan menjadi
seorang istri, harus tunduk dan tawadhu’ dengan suamimu kelak. Selama ini kamu
dekat dengan si A si B karena mereka tidak mampu menundukkanmu. Namun Rio lain,
saat dia kesini kamu bersikap sangat menghormatinya”. Hatiku semakin tak
menentu, haruskah aku luapkan airmata didepan orangtuaku atau lagi-lagi aku
harus m
enahannya. “iya, ros juga merasakan hal tersebut.” Lirihku seraya
tertunduk menahan airmata.
“lantas apa yang membuat kamu
menangis, apa Rio menyakitimu?”. Sela ibu dalam permbicaraanku dengan ayah,
“ti.. dak..” semakin lirih saja suaraku. Oh Tuhan aku ingin ke kamar sekarang,
menutup pintu terus menangis hingga ku terlelap, kalau bisa aku tak ingin
terbangun lagi. “ayah, ibu ros ke kamar dulu ya.. “ pintaku. Belum di jawab aku
ngeluyur menuju kamarku.
Rasanya, detik ini,
menit ini, jam ini dan hari ini aku berharap Tuhan memanggilku untuk
menghadapNya… sehingga aku tidak menjadi beban yang akan mempermalukan mereka,
semua keluargaku. Rio.. aku membutuhkanmu… Rio kembalilah sebelum aku menutup
mata untuk selamanya…
Keep Calm And Smile ^_^
FNU
0 komentar: